Sabtu, 25 Februari 2012

Asy-Syifa’ binti Al-Harits

Nama lengkapnya adalah Asy-Syifa’ binti Abdullah bin Abdi Syams bin Khalaf bin Sadad bin Abdullah bin Qirath bin Razah bin Adi bin Ka’ab al-Qurasyiyyah al-Adawiyah.
Asy-Syifa’ radhiyallahu ‘anha masuk Islam sebelum hijrahnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam dan beliau termasuk muhajirin angkatan pertama dan termasuk wanita yang berba’iat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Beliaulah yang disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Mumtahanah: 12)
Asy-Syifa’ termasuk wanita yang cerdas dan utama, beliau seorang ulama di antara ulama dalam Islam dan tanah yang subur bagi ilmu dan iman. Asy-Syifa’ radhiyallahu ‘anha menikah dengan Abu Hatsmah bin Hudzaifah bin Adi dan Allah mengaruniakan seorang anak kepada beliau yang bernama Sulaiman bin Abi Hatsmah. Asy-Syifa’ dikenal sebagai guru dalam membaca dan menulis sebelum datangnya Islam, sehingga tatkala beliau masuk Islam beliau tetap memberikan pengajaran kepada wanita-wanita muslimah dengan mengharapkan ganjaran dan pahala. Oleh karena itulah, beliau disebut sebagai ‘guru wanita pertama dalam Islam’. Di antara wanita yang dididik oleh Asy-Syifa’ adalah Hafshah binti Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anha istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam .
Telah diriwayatkan dalam sebuah hadis bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam meminta kepada Asy-Syifa’ untuk mengajarkan kepada Hafshah tentang menulis dan sebagian Ruqyah (pengobatan dengan doa-doa). Asy-Syifa’ berkata,
“Suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam masuk sedangkan saya berada di samping Hafshah, beliau bersabda: ‘Mengapa tidak engkau ajarkan kepadanya ruqyah sebagaimana engkau ajarkan kepadanya menulis’.” (HR Abu Daud).
Sebagaimana telah dimaklumi bahwa asy-Syifa’ adalah ahli ruqyah di masa Jahiliyah, maka tatkala beliau masuk Islam dan berhijrah beliau berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Aku adalah ahli ruqyah di masa Jahliliyah dan aku ingin memperlihatkannya kepada Anda.” Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda, “Perlihatkanlah kepadaku.” Asy-Syifa’ berkata, “Maka, aku perlihatkan cara meruqyah kepada beliau yakni meruqyah penyakit bisul.” Kemudian, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Meruqyalah dengan cara tersebut dan ajarkanlah hal itu kepada Hafshah.”
Di antara yang termasuk ruqyah adalah do’a: “Ya Allah Tuhan manusia, Yang Maha menghilangkan penyakit, sembuhkanlah, karena Engkau Maha Penyembuh, tiada yang dapat menyembuhkan selain Engkau, sembuh yang tidak terjangkiti penyakit lagi.” (HR Abu Daud).
Inilah, Asy-Syifa’ telah mendapatkan bimbingan yang banyak dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam . Sungguh Asy-Syifa’ sangat mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana kaum mukminin dan mukminat yang lain, beliau belajar dari hadis-hadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang banyak tentang urusan dien (agama) dan dunia. Beliau juga turut menyebarkan Islam dan memberikan nasihat kepada umat dan tidak kenal lelah untuk menjelaskan kesalahan-kesalahan. Di antara yang meriwayatkan hadis dari beliau adalah putranya yaitu Sulaiman dan cucu-cucunya, hamba sahayanya yaitu Ishak dan Hafshah Ummul Mukminin serta yang lain-lain. Umar bin Khatthab sangat mendahulukan pendapat beliau, menjaganya dan mengutamakannya dan terkadang beliau mempercayakan kepadanya dalam urusan pasar.
Begitu pula sebaliknya, asy-syifa’ juga menghormati Umar, beliau memandangnya sebagai seorang muslim yang shadiq (jujur), memiliki suri teladan yang baik dan memperbaiki, bertakwa dan berbuat adil. Suatu ketika asy-Syifa’ melihat ada rombongan pemuda yang sedang berjalan lamban dan berbicara dengan suara lirih, beliau bertanya, “Apa ini?” Mereka menjawab, “Itu adalah ahli ibadah.” Beliau berkata: “Demi Allah, Umar adalah orang yang apabila berbicara suaranya terdengar jelas, bila berjalan melangkah dengan cepat, dan bila memukul mematikan.”
Asy-Syifa’ menjalani sisa-sisa hidupnya setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan menghormati dan menghargai pemerintahan Islam hingga beliau wafat pada tahun 20 Hijriyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar